Jumat, 23 Desember 2011

Terima Kasih Sudah Mengkritik

     Inaugurasi Korpus 20-21 Desember berjalan cukup alot waktu pengukuhan anggota, tepatnya alot sebelum tengah malem. Dipajang di depan, nggak boleh ngomong apa-apa. Tapi baguslah, jadi nggak perlu dan nggak ada orasi. Yang aku tunggu dari pengukuhan ini adalah kritikan. Aku emang seneng kalo dikritik. Tadinya aku sempet ngerasa aneh, kok bisa ya aku yang nggak suka digurui malah seneng dikritik. Hal itu bermula waktu aku minta kritik dan saran buat novel yang selesai aku buat. Aku seneng karena kritikan temen-temenku itu kritik yang membangun. Dari situ aku nyadar emang masih banyak yang perlu aku benerin dari novelku. Ada yang bilang, judulnya kurang mancing pembaca, imajinasi kurang, ceritanya kurang mendalam, dan bahkan lebih parah, nama tokohnya ganti-ganti karena aku kurang teliti waktu ngedit. hehe. Terima kasih buat anak Eksyar 47 yang udah mau baca novelku dan ngasih kritikan, walaupun sempet ada yang bilang, "Lo mau bikin mata gue jereng baca segini banyak halaman?" Tapi, akhirnya ngasih kritikan juga.
     Pernah ada yang nanya sama aku, apa arti kata teman cukup membuatku mengalah? Waktu itu aku jawab, sekedar teman aja belum bisa buat aku mengalah, tapi kalo teman yang bisa kasih saran dan kritik yang membangun, baru aku bisa mengalah untuk ikutin saran yang dia kasih. Dan itu yang aku rasain waktu aku dapet giliran maju buat pengukuhan. Semua kekurangan dan sisi negatif yang dibeberkan sama anak korpus emang bener-bener nunjukin inilah aku. Aku yang belum berimbang waktu nulis berita, aku yang jutek, aku yang nge-geng (terkadang doang kok), dan aku yang pendiam. Aku jadi tahu harus bikin perbaikan di mana aja. Tanpa kritikan, rasanya nggak ada energi yang kuat udah melakukan perubahan. Terima kasih juga untuk anak Korpus yang udah ngasih kritikan.
Pengalaman adalah guru yang paling keras karena memberi ujian dulu baru pelajaran -Herien Priyono, Mind Writing-
     Tinggal bagaimana kita membuat setiap pengalaman pada akhirnya menjadi kemenangan. Saat kita bisa bangkit setelah dikritik, berhasil setelah gagal, belajar setelah melewati ujian, bersyukur setelah apapun yang terjadi, itulah makna menang menurutku. Kok jadi ngomongin menang ya? Ya begitulah hubungan kritik dan menang menurutku. Mohon kritikannya buat tulisan ini :D 

Sabtu, 10 Desember 2011

lemah untuk KUAT

Tulisan ini terinspirasi dari seorang sahabatku (yang diciptakan sebagai wanita) yang menuangkan isi hatinya lewat tulisan dan tangisan. Ia selalu terlihat riang di luar, tetapi nyatanya diliputi rasa sedih. Membaca tulisannya membuatku termenung sejenak dan menyimpulkan, wanita memang sosok yang tak terduga karena sensitivitasnya. Seperti yang dipaparkan Ummu Aulia dalam bukunya '7 Keajaiban Wanita', semua orang tahu wanita, tetapi tidak semua orang mengerti wanita.
Musang bisa berpura-pura mati saat dia merasa ada ancaman musuh. Wanita juga pintar berpura-pura. Ia pintar menyembunyikan perasaan di depan orang-orang yang ia mau, supaya orang itu tidak tahu bahwa ia sedang ada di titik kelemahannya.
     Waktu TPB, temen sekamarku Icot, bawa novel Let Go karangan Windhy Puspitadewi. Dia langsung nyerocos ngomongin salah satu tulisan di buku itu yang menurutnya bener-bener 'menyentuh hati'.
Ketika wanita menangis, itu bukan berarti dia sedang mengeluarkan senjata terampuhnya, melainkan senjata terakhirnya
Ketika wanita menangis, bukan berarti dia tidak berusaha menahan, melainkan karena pertahanannya sudah tidak mampu membendung air matanya
Ketika wanita menangis, itu bukan karena dia ingin terlihat lemah, melainkan karena dia sudah tidak sanggup berpura-pura kuat
Awalnya, aku ngerasa dari kalimat ini, seolah-olah wanita terlihat lemah banget. 'Kelemahan' yang terlihat itu sebetulnya adalah kekuatan. Wanita diciptakan bukan untuk menjadi sosok yang lemah, melainkan sosok yang kuat melebihi kaum laki-laki.