Penghujung
Maret 2014, saya mau meneruskan draft yang sudah terkatung-katung ini.
Alhamdulillah akhirnya penelitian nekat itu selesai :D Saat itu saya
‘menjelajah’, walaupun nekat dan untuk pertama kalinya, pergi jauh sendiri.
Hehehe. Tapi, seru! :D
Akhir
2012 hingga akhir 2013 bak titik balik bagi saya.
Masa-masa
itulah hasrat jelajah dan kesempatan jelajah tumpah ruah :)
Masa
SMA, saya sering ‘bertegur sapa’ dengan gedung pusat perbelanjaan bernama mall.
Mulai dari yang padat pengunjung hingga yang sepi pengunjung karena baru buka.
Bahkan, SMA saya hanya berjarak sekitar 200 meter dengan salah satu mall di
Jakarta Selatan. Bosan? Sangat. Saat Jakarta tidak hanya dipadati orang, tetapi
juga beton-betin tinggi mall, saya baru sadar, mall-mall baru itu dibangun
dengan desain interior hingga ragam toko yang sama -___- dan jarak yang
berdekatan pula.
Akhir
2012, saya dan
tim jelajah Koran Kampus berkunjung ke salah satu kota dengan harapan hidup
tertinggi di Indonesia, Jogjakarta. Perjalanan ini menjadi satu-satunya
perjalanan studi banding ke Lembaga Pers Mahasiswa yang keluar biasa karena
bertebaran agenda jalan-jalan :D Mengunjungi UGM, UNY, dan jajaran pantai di
Gunungkidul. Pulangnya, mampir ke Dieng tanpa perencanaan awal. Delapan orang
dalam perjalanan dengan sekotak Gran Max ini memang orang dengan spontanitas
tinggi.
 |
Kawah Sikidang, Dieng |
 |
Dataran Tinggi Dieng |
April 2013, Pantai Sawarna, Banten jadi pilihan
terdekat (dari Bogor) untuk melepas penat setelah berjibaku dengan
lembaran slide kuliah dan soal-soal UTS. Bersama tim jelajah Koran
Kampus (ada pemain pengganti), kami camping di pesisir pantai.
Satu tenda besar untuk perempuan dan satu tenda kecil untuk laki-laki.
Tenda kecilnya ternyata sangat sangat kecil. Hanya dapat menampung satu orang.
Alhasil, tenda hanya diisi dengan barang-barang dan kami menyewa saung.
Di Pantai Sawarna, untuk pertama kalinya saya menikmati ombak laut yang
menerjang-kembali ke laut-menerjang lagi. SERU! Apalagi bagi penjelajah
pemula seperti saya (saat itu). Hehe
 |
Tim Jelajah Koran Kampus & Penjelajah Pengganti |
Kepulauan Seribu! Letaknya di utara Jakarta, tapi
kenapa saya bahkan baru menjelajahi saat kuliah di bogor? -___- Lebih
baik telat daripada belum sama sekali :D Sekitar bulan Juni, tanpa
perencanaan matang, ya spontanitas kali ini sedikit merepotkan. Saya dan
tiga teman saya menuju gugusan Kepulauan Seribu. Pulau mana? Tidak tahu. Kami
naik kapal penumpang dari Muara Angke dengan rute Muara Angke-Pulau
Kelapa. Kami mencari info saat di kapal, berselancar di dunia maya,
membaca info sesuka hati dan akhirnya menyebut tujuan dengan asal. Pulau
Pramuka. Kami hanya tahu itu pusat pemerintahan Kepulauan Seribu.
Perkiraan kami, akses kemanapun akan mudah dari sana. Akses memang
mudah, banyak yang menyewakan kapal untuk menyeberang ke pulau-pulau
lainnya, tapi biayanya yang tidak mudah. Hehe. Kami tidak ingin
berlama-lama di Pramuka karena ternyata tidak sesuai dengan destinasi
yang ingin kami kunjungi: Pantai! Bersama kesulitan ada kemudahan.
Kalimat itu terbukti! Ada kapal yang akan menuju Muara Angke dan kami
bisa menumpang untuk menuju Pulau Pari. Yeay!
Kami menjelajah Pari
sekaligus survei penginapan. Bukan penginapan pada umumnya. Mulai dari mushala sampai menara pandang.
Petang hari, setelah bermain air dan menikmati matahari terbenam yang
diliputi awan gelap di Pantai Perawan, kami bersiap menuju ‘penginapan’.
Seorang ibu penjual makanan dan minuman ringan di pinggir pantai
menawarkan kami untuk membersihkan badan dan mandi di rumahnya karena
kamar mandi umum mati air. Dua teman saya kemudian ditawarkan menginap
di salah satu rumah penduduk di sana, namanya Pak Toni. Pak Toni
menawarkan pada kedua teman saya karena kami belum tahu akan menginap di
mana (mushala atau menara pandang? hehehe). Beliau tidak menyebut harga atau ketentuan lain
seperti layaknya ingin menyewakan penginapan, tapi betul-betul hanya
menawarkan menginap di rumahnya (yang biasanya disewakan untuk
penginapan). Katanya, beliau ingat anaknya yang kuliah. Allah memang
baik, kami tidak ditakdirkan untuk memilih mushala atau menara pandang
:) Kami disambut dengan gulai ikan (atau asam-asam ikan), yang jelas
rasanya sangat enak! Esok harinya karena tidak enak sudah merepotkan,
kami memberi seadanya sebagai rasa terima kasih. Kami beruntung karena
datang ke sana saat hari biasa bukan weekend dan wisatawan yang akan
menyewa rumah Pak Toni baru datang esok harinya.
cat: Pak Toni juga direkomendasikan di sebuah blog jalan-jalan sebagai pemandu wisata Pulau Pari :)