Sabtu, 05 April 2014

Dari Pantai Hingga Mushala dan Menara Pandang

Penghujung Maret 2014, saya mau meneruskan draft yang sudah terkatung-katung ini. Alhamdulillah akhirnya penelitian nekat itu selesai :D Saat itu saya ‘menjelajah’, walaupun nekat dan untuk pertama kalinya, pergi jauh sendiri. Hehehe. Tapi, seru! :D

Akhir 2012 hingga akhir 2013 bak titik balik bagi saya.
Masa-masa itulah hasrat jelajah dan kesempatan jelajah tumpah ruah :)

Masa SMA, saya sering ‘bertegur sapa’ dengan gedung pusat perbelanjaan bernama mall. Mulai dari yang padat pengunjung hingga yang sepi pengunjung karena baru buka. Bahkan, SMA saya hanya berjarak sekitar 200 meter dengan salah satu mall di Jakarta Selatan. Bosan? Sangat. Saat Jakarta tidak hanya dipadati orang, tetapi juga beton-betin tinggi mall, saya baru sadar, mall-mall baru itu dibangun dengan desain interior hingga ragam toko yang sama -___- dan jarak yang berdekatan pula.

Akhir 2012, saya dan tim jelajah Koran Kampus berkunjung ke salah satu kota dengan harapan hidup tertinggi di Indonesia, Jogjakarta. Perjalanan ini menjadi satu-satunya perjalanan studi banding ke Lembaga Pers Mahasiswa yang keluar biasa karena bertebaran agenda jalan-jalan :D Mengunjungi UGM, UNY, dan jajaran pantai di Gunungkidul. Pulangnya, mampir ke Dieng tanpa perencanaan awal. Delapan orang dalam perjalanan dengan sekotak Gran Max ini memang orang dengan spontanitas tinggi.
image
Kawah Sikidang, Dieng
image

image
Dataran Tinggi Dieng
April 2013, Pantai Sawarna, Banten jadi pilihan terdekat (dari Bogor) untuk melepas penat setelah berjibaku dengan lembaran slide kuliah dan soal-soal UTS. Bersama tim jelajah Koran Kampus (ada pemain pengganti), kami camping di pesisir pantai. Satu tenda besar untuk perempuan dan satu tenda kecil untuk laki-laki. Tenda kecilnya ternyata sangat sangat kecil. Hanya dapat menampung satu orang. Alhasil, tenda hanya diisi dengan barang-barang dan kami menyewa saung. Di Pantai Sawarna, untuk pertama kalinya saya menikmati ombak laut yang menerjang-kembali ke laut-menerjang lagi. SERU! Apalagi bagi penjelajah pemula seperti saya (saat itu). Hehe
image
Tim Jelajah Koran Kampus & Penjelajah Pengganti
Kepulauan Seribu! Letaknya di utara Jakarta, tapi kenapa saya bahkan baru menjelajahi saat kuliah di bogor? -___- Lebih baik telat daripada belum sama sekali :D Sekitar bulan Juni, tanpa perencanaan matang, ya spontanitas kali ini sedikit merepotkan. Saya dan tiga teman saya menuju gugusan Kepulauan Seribu. Pulau mana? Tidak tahu. Kami naik kapal penumpang dari Muara Angke dengan rute Muara Angke-Pulau Kelapa. Kami mencari info saat di kapal, berselancar di dunia maya, membaca info sesuka hati dan akhirnya menyebut tujuan dengan asal. Pulau Pramuka. Kami hanya tahu itu pusat pemerintahan Kepulauan Seribu. Perkiraan kami, akses kemanapun akan mudah dari sana. Akses memang mudah, banyak yang menyewakan kapal untuk menyeberang ke pulau-pulau lainnya, tapi biayanya yang tidak mudah. Hehe. Kami tidak ingin berlama-lama di Pramuka karena ternyata tidak sesuai dengan destinasi yang ingin kami kunjungi: Pantai! Bersama kesulitan ada kemudahan. Kalimat itu terbukti! Ada kapal yang akan menuju Muara Angke dan kami bisa menumpang untuk menuju Pulau Pari. Yeay!
Kami menjelajah Pari sekaligus survei penginapan. Bukan penginapan pada umumnya. Mulai dari mushala sampai menara pandang. Petang hari, setelah bermain air dan menikmati matahari terbenam yang diliputi awan gelap di Pantai Perawan, kami bersiap menuju ‘penginapan’. Seorang ibu penjual makanan dan minuman ringan di pinggir pantai menawarkan kami untuk membersihkan badan dan mandi di rumahnya karena kamar mandi umum mati air. Dua teman saya kemudian ditawarkan menginap di salah satu rumah penduduk di sana, namanya Pak Toni. Pak Toni menawarkan pada kedua teman saya karena kami belum tahu akan menginap di mana (mushala atau menara pandang? hehehe). Beliau tidak menyebut harga atau ketentuan lain seperti layaknya ingin menyewakan penginapan, tapi betul-betul hanya menawarkan menginap di rumahnya (yang biasanya disewakan untuk penginapan). Katanya, beliau ingat anaknya yang kuliah. Allah memang baik, kami tidak ditakdirkan untuk memilih mushala atau menara pandang :) Kami disambut dengan gulai ikan (atau asam-asam ikan), yang jelas rasanya sangat enak! Esok harinya karena tidak enak sudah merepotkan, kami memberi seadanya sebagai rasa terima kasih. Kami beruntung karena datang ke sana saat hari biasa bukan weekend dan wisatawan yang akan menyewa rumah Pak Toni baru datang esok harinya.

cat: Pak Toni juga direkomendasikan di sebuah blog jalan-jalan sebagai pemandu wisata Pulau Pari :)

1 komentar:

  1. saya ngetrip bareng banyakan yg dadakan dan sukses, daripada kbanyakan planning, biasanya banyak gagalnya :D. Dadakan bukan berarti gada persiapan (cri mati namanya kalo BONEK mah).
    __
    JUAL sepatu lokal Bandung original MURAH,FREE ongkir se-pulau JAWA. DISKON setiap hari.SEGERA hubungi BBM: 75570084 , Whatsapp: 085727336911.
    http://sepatulokalbandung.wordpress.com/
    http://nandegastore.blogspot.com/
    www.facebook.com/nandegastore
    sepatufootwear.blogspot.com
    CINTA & BANGGA DENGAN PRODUK DALAM NEGERI

    BalasHapus